Sejarah Cakraningrat ke VII (Raden Moh. Ismail)
Sepeninggal Panembahan Cakraadiningrat VII (Raden Moh. Yusuf, maka putra pertama beliau Raden Moh.
Ismail naik Tahta Kerajaan dengan Gelar Panembahan Cakraadiningrat ke VIII pada tahun 1862 - 1882. Telah dipaparkan sebelumnya dari sudut pandang hukum adat Raden Moh.
Ismail tidak memenuhi syarat untuk menduduki Tahta Kerajaan karena alasan yang bersifat Fisik antara lain, beliau mengalami gangguan pendengaran dan suara.
Selanjutnya, putra kedua Panembahan Cakraadiningrat ke VII / Raden Moh. Yusuf yang benama Raden Abdul Jumali telah dipersiapkan sebagai Pengganti Raja sewaktu-waktu dengan Gelar Pangeran Adipati Pakuningrat. VIII.
Akibat campur tangan Penjajah Belanda waktu itu, sudut pandang hukum adat ini diabaikan dengan tetap mendudukkan Raden Moh. Ismail sebagai pengganti Panembalaan Yusuf Cakra Adiningrat ke VII didampingi orang kedua Raden Demang Mayangkoro.
Panembahan Cakraadiningrat ke VIII (Raden Moh. Ismail) tahun 1862 - 1882
Cakraadiningrat ke VII |
Pada pertempuran-pertempuran di Mukim ke VI dan ke IV pada tanggal 26 Desember 1875 hingga 25 Januari 1876 dan pertempuran-pertempuran di Mukim IX, ke XX dan ke VI (Bulan Pembruari 1876) Barisan Bangkalan mendapat tugas yang berat.
Pada waktu perang Atjeh ke Tiga kalinya Pangeran Prawironegoro, Saudara Ayah dari Panembahan, ikut serta sebagai Majoor diperbantukan kepada Generale Staf dari Generaal van Zwiten.
Dan juga Luitenant Raden Ario Setjonegoro, Saudara Muda dari Panembahan ikut serta. Maka mereka berdua lantaran kepercayaannya diganjar dengan pangkat “Militaire Willemsorde de Klas”.
Baca juga : Sejarah Lengkap Cakraningrat
Majoor Pangeran Prawironegoro
Permaisuri beliau, Raden Ayu Suleha (Ratu Maduratna wafat pada tanggal 06 Juli 1910), Pada Nisan beliau tertulis H. H. Ratoe Madoeratna 19 6/7 10.
Didepan telah diuraikan bahwa Panembahan Cakraadiningrat ke VIII (Raden Moh. Ismail) tidak mempunyai putra lelaki sebagai penerus Tahta Kerajaan Madura Barat,
Sementara Putra Mahkota yang dipersiapkan (Adik beliau R. Abdul Jumali atau Pangeran Adipati Pakuningrat atau Raden Ario Seconegoro VI telah wafat 3 Tahun (Tahun 1879), sebelum Panembahan Cakra Adiningrat ke VIII Raden Moh. Ismail, meninggal dunia.
Inilah kemudian yang dijadikan dasar pertimbangan oleh Pemerintah Penjajah Belanda (Secara politis Pemerintah Penjajah Belanda telah menerapkan strategi licik De Vide Et Impera mengadu domba, menyuburkan fitnah dalam Lingkungan Keluarga Kerajaan Madura Barat Bangkalan).
Dalam Sejarah tutur, disebutkan Raden Abdul Jumali atau Pangeran Adipati Pakuningrat yang bertahan untuk melawan keputusan Pemerintah Penjajah Belanda supaya Kerajaan Madura Barat di Bangkalan tidak dibubarkan akhirnya kandas,
Karena beliau disiasati ikut dalam Musyawarah Agung Pemerintah Kerajaan Madura Barat Bangkalan dan hidangan minuman beliau dibubuhi racun sehingga beliau sakit sampai wafat.
Akibatnya, Sistem Pemerintah Kerajaan Madura Barat di Bangkalan dibubarkan dan menjadi Perintahan langsung di bawah Pemerintahan Penjajah Belanda 3 Tahun sesudah Panembahan Ismail Cakraadiningrat ke VIII meninggal dunia pada Tahun 1882.
Pemerintah Penjajah Belanda mengeluarkan Keputusan Gubemur Jendral Hindia Belanda No. 2 Tanggal 22 Agustus 1885.
Jadi jelas Kerajaan Madura Barat di Bangkalan dan bahkan Kerajaan-Kerajaan seperti Sumenep, Pamekasan dan Sampang bukan membubarkan diri melainkan dibubarkan oleh Pemerintah Belanda dengan tujuan ingin menguasai dan menjajah Madura pada waktu itu.
Pangeran Adipati Pakuningrat
1. Keraton Sumenep 18 Oktober 1883, No. 5/c
2. Keraton Pamekasan 02 Agustus 1859, No. 1/a
3. Keraton Sarnpang Tarai 22 Agustus 1885 No . 2/c
Oleh karena itu Pemerintahan Kerajaan Madura Bangkalan setelah itu dihapuskan oleh Pemerintah Belanda dan dipemerintahannya sendiri (rechstreeks bestuur) dengan mengangkat seorang Bupati biasa yang disebut Bupati Pertama (de Regent).
Buku : Sejarah Tjaranya Pemerintahan Daerah di Kepulauan Madura Dengan Hubungannya.
Oleh : R. Zainal Fattah atau R. Tumenggung Ario Notoadikusumo (Bupati Pamekasan)